Krisis, dimana suatu ketidakstabilan (unstabilitiez) terjadi, Contoh dalam ekonomi; ketika terjadi krisis, dimana periode kemakmuran (prosperity) itu berakhir yang ditandai dengan kenaikan harga, inflasi dan spekulasi. Krisis berarti keadaan yang berbahaya, keadaan dimana ketidakstabilan terjadi dalam perspektif luasnya.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia: identitas berarti ciri-ciri atau keadaan khusus seseorang atau suatu benda; bisa dibilang jatidiri. Dalam pemahaman psikologi konsep identitas adalah suatu kesadaran akan kesatuan dan kesinambungan pribadi, pada keyakinan yang pada dasarnya tetap tinggal sama selama seluruh jalan perkembangan hidup kendatipun terjadi segala macam perubahan. Menambahkan bahwa pembentukan identitas adalah suatu proses yang terjadi dalam inti dari pribadi, dan juga di tengah-tengah masyarakat (Erikson). Sedangkan krisis identitas berarti keadaan terjadinya kemerosotan, ketidakstabilan identitas pada diri manusianya.
Kesatuan dan kesinambungan hidup di sini mengganggap bahwa seseorang yang mempunyai pendirian teguh akan suatu hal yang dianggap benar, terus-menerus dipertahankan dalam hidup meskipun faktor luar dan dalam mengikis akan identitas seseorang tersebut. Bisa dibilang hampir sama dengan idealisme namun ada perbedaaan di dalamnya.
Krisis identitas sangat berbahaya bagi manusia khususnya mahasiswa, dikarenakan masa-masa seperti ini rentang sekali perubahan terjadi padanya. Bahaya krisis identitas meliputi; identitas yang negatif, kekacauaun perspektif waktu, pelumpuhan kerja atau gangguan kesanggupan berprestasi, kebingungan identitas dan kekacauan peran.
Kita sebagai mahasiswa melihat bahaya krisis identitas harus benar-benar ditanggapi secara serius, karena bisa berdampak kedepannya. Ambil contoh, identitas seseorang sebagai mahasiswa, di sini identitas mahasiswa berperan sebagai akademisi yang mempunyai daya intelektual tinggi. Ketika bahaya krisis melanda mahasiswa tentunya daya intelektualnya akan terganggu, banyak mahasiswa yang kuliah hanya sebatas pemenuhan kewajiban, bukan membangun karakter (caracter buliding), dan pengubahan pola pikir.
Mahasiswa sepatutnyalah mempunyai pola pikir yang berbeda dengan yang lainnya, hal itu harus benar-benar ditegakkan untuk mempunyai daya intelektual yang luas, karena mahasiswa merupakan generasi yang segar, militan, berpikir bebas sebagai generasi penerus bangsa ini. Banyak hal yang harus dilakukkan agar daya intelektual itu muncul, tidak sekedar belajar di dalam kelas, ranah yang lainpun perlu dijamah. Diskusi perihal ilmu contohnya, pengembangan minat dan bakat serta berbagai macam penelitian dan kreatifitas.
Bahaya-bahaya yang dihadapai mahasiswa sekarang ialah, sifat hedonis dan dihedoniskan dari berbagai unsur yang sifatnya vertikal dan horizontal. Horizontal dipengaruhi oleh diri sendiri dan teman sejawatnya, yang pada mulanya mengenali secara sengaja atau coba-coba hal-hal yang jauh dari sisi keintelektualitasan.
Meniru gaya hidup hedon, hidup berfoya-foya, bergaya hidup orang kaya padahal untuk bayar kos-kosan aja ngeden. Dari segi kemunduran keilmuan diantaranya hanya melaksanakan tugas rutinitas perkuliahan bukan proses penggalian potensi diri, kurangnya mahasiswa yang belajar diskusi, padahal kalau kita melihat sejarah kebelakang diskusi merupakan tolak punggung mahasiswa dalam berpikir yang bebas dan out of the books, kritis dan logis.
Aspek vertikal adanya pengekangan dari pihak kampus yang membuat daya pikat kreatifitas mahasiswa terkungkung, contoh; jam malam, pembelajaran akademis yang tidak mendukung kegiatan diluar perkuliahan diantaranya, kurang aktifnya universitas melibatkan mahasiswa dalam suatu penelitian, pengembangan minat dan bakat yang tidak didukung aspek fasilitas, waktu dan tempat. Hal-hal seperti itulah yang membuat mahasiswa sebagai agen penurut bukan agen pendobrak.
Semua hal diatas bisa diatasi dengan sempurna jikalau idealisme yang tertanam dalam diri mahasiswa secara penuh tak terkontaminasi yang bisa mengikis idealisme tersebut, pembangunan pada diri sendiri tentang hakekatnya sebagai manusia untuk menelurkan cita-cita Tri Dharma, pola pikir yang luas bukan jumud, penelahaan yang lebih mendalam perihal penilaian ilmu yang diterima, ilmu yang diperoleh bukan diterima begitu saja tapi telaah kritis dan logis harus benar-benar digunakan agar mahasiswa tidak berpikir rigid dan terpaku pada teks, disamping memahaminya secara komprehensif.
Agar tak terkikis habis oleh bahaya krisis identitas pada diri kita, selayaknya mahasiswa yang belum begitu memahami mengenai hal ini sepatutnyalah bertanya, berdiskusi kepada orang yang dianggap pas mengenai itu, agar tidak tersesat dipersimpangan jalan seperti pendoktrinan-pendoktrinan yang bersifat cuci otak (barain wash) yang negatif.
Ketahuilah bahwa ketika menjadi mahasiswa anda sudah mempunyai tanggungan sosial atas gelar yang anda miliki, gelar dibelakang nama anda harus bisa dipertanggungjawabkan, bukan semata pemanis nama tapi ada sebongkah keahlian yang diraih. Oleh karena itu untuk mencapainya perubahan mindset dalam berkuliah bukan sebagai tuntutan kewajiban semata yang hanya menargetkan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) tinggi tanpa sisi intelektual atas pemahaman yang diraihnya. Semoga, krisis identitas tersebut tidak terjadi pada anda-anda sekalian.
Salam damai dari kalbu...
Sumber:
http://terpelanting.wordpress.com/2008/01/04/bahasa-dan-krisis-identitas/
0 comments:
Post a Comment