Sudah barang tentu lelah melanda, seketika energi terbuang tak percuma, mencoba beraktivitas dan belajar membagi waktu, taat asas sehingga tidak mengganggu kegiatan yang lain. Bertanggungjawab atas amanah yang diberikan, saya melaluinya dengan pasti, meski rasa kesalpun timbul. Namun, berlalunya angin membuat semuanya menjadi padu. Ada yang membantu, memotivasi bahkan menawarkan kesegaran nafas berupa air yang dingin, hatipun terasa adem ayem.
Yang pergi entah kemana, hal yang menjadi kebiasaan sementara tertunda, ada apa kataku? Terbit dan terbenamnya matahari selalu begitu, tetap berlalu melalui semua hal aturan tata surya yang berhukum dan taat. Tidak peduli yang dilakukan oleh isi bumi, matahari punya tugas rutin menerangi jagat raya, tak terpengaruh, tak bisa dirayu oleh semuanya kecuali oleh Sang Pengatur-Nya.
Sebenarnya ingin jiwa ini seperti itu, tetap tak berubah, konsisten apa yang hendak dicapai, siapa peduli dengan apa yang terjadi. Sakit, kisruh, gulatan batin, keputus asaan saya ingin membuangnya jauh-jauh, agar tak terputus, tertunda, apa yang menjadi tujuan hidup.
Segala macam kegiatan yang bersifat rutinitas, kucoba membuagnya, mengatur kembali agar arah lebih pasti. Kurombak dan kutata kembali, yang bukan menjadi rutinitas kudobrak, ku rombak, kucari hal yang baru, berkaitan dengan tujuan hidup saya coba memasukannya. Sulit memang, karena belum membiasakan diri, padahal itu baik. Ahhh, kekisruhan ini cobaan kataku, saya menjadikannya sebuah proses, bukan dipikirkan berlarut-larut. Batu kerikil yang menjadi penghambat saya coba lalui dan saya anggap angin lalu, dan menjadikannya hal yang kelabu, saya remehkan hal itu dan membuatnya menjadi mudah, agar tak kepikiran, otak dan hati tidak terganggu dan memperhatikan jejak langkah hidup. Tetap menoleh kedepan, tengok kebelakan hanya sebagai kenangan bukan halangan, apalagi menciutkan nyali.
Kisruh memang ada, apapun semuanya pernah mengalami, hati, pikiran, otak seluruh organ tubuh dan didalamnya pasti menjumpai, mengalami kekisruhan itu. Ciut, sedih, lupa itu salah satu cirinya. Ditahan tapi dilupakan, diingat agar tidak mengulangi, tidak mengalami kembali kekisruhan itu. Tetap jaga kendali, dan harus bisa dikendalikan agar hilang dengan sendirinya, tak berbekas. Untungnya bisa dilalui.
Keadaan malam semuanya hilang, tawa ria bersama teman-teman membuat kekisruhan itu sementara tidak diiingat, kemudian hilang. Candaan, ledekan antar teman terasa hangat, satu sisi menjadi malu karena candaan tadi, karena semuanya berfikir who cares, dan pastinya tidak menganggap serius. Orang yang dewasa atau yang mengalami candaan itu tidak mudah percaya, karena mereka tahu apa yang menjadi langkah untuk meraih suatu fakta, rumor yang beredar tidak menjadikan candaan itu sebagai hal sebenarnya terjadi, namun hanya pelipur, angin lalu.
Terbuai lalu oleh buaian waktu kekisruhan itu, pikiran yang penat kembali plong (kosong) dan bergairah, sehingga hidup yang tadinya berat, seolah ringan bagai mengepal satu berikil di atas tangan. Mudah dan tidak berarti sama sekali. Hidup yang tidak mau berhijrah ke arah yang lebih baik, hanya akan membuat kita terpesona dengan hal-hal yang kolot, ketinggalan zaman, dan tidak bisa menyusul orang yang disekitar yang sudah dulu maju karena hal itu, hijrah.
Ditendang, dihilangkan, dan diterjang yang kesakitan.
Akhir kata, wassalam...
Salam damai dari kalbu....
0 comments:
Post a Comment