Sunday, April 3, 2011

Supernova


Beberapa hari yang lalu, Supermoon atau lebih kita kenal Bulan berpancar sinarnya lebih terang daripada Purnama menghiasi langit indah kita, proses alamiah ini terjadi dengan beraturan, karena sebuah proses alam (cosmo) itu terjadi dikarenakan bekerjanya dari proses alam semesta. Kita tahu dalam sebuah kaidah ontologi ada dua macam pembagiannya, yang ada dan yang ada tapi beraturan. Nah, proses alam semesta alam ini merujuk kepada hal yang kedua tadi.

Proses alam semesta ini sangat rumit dan tidak mudah untuk mempelajarinya, karena saya bukan ahli fisika. Kita sudahi dulu pembahasan ini.

Bintang, tampak terlihat kecil ketika kita berada di bumi, terlihat mungil kalau kita ukur dengan mata kita dari bumi, padahal wujud dari bintang itu besar adanya. Kecil karena kita melihatnya jauh, tetapi, cobalah mendekat, anda akan tahu keadaan yang sebenarnya. Mau?. Kita bisa melihat bintang lebih jelas ketika kita menggunakan sebuah alat yang disebut Teleskop. Bentuknya beragam, tergantung dari bahan-bahan yang mendukungnya.

Bintang beribu banyak jumlahnya diangkasa, tak terhitung dan tak terhingga. Sinarnya ditimbulkan oleh pantulan dari bintang yang lain, ialah Matahari. Terkadang dalam keadaan tertentu bintang bisa meledak. Kumpulan bintang-bintang yang akan meledak disebut Supernova. Seperti meteor juga tentunya. Kaidah-kaidah bagaimana bintang tersebut bisa meledak mungkin hampir sama dengan proses meteor itu meledak. Dalam keadaan tertentu, serpihan-serpihannya jatuh ke bumi setelah melewati lapisan udara yang menyelubunginya (atmosfer).

Dengan indahnya bentuk dan sifat yang dimiliki oleh benda-benda di angkasa, terkadang para seniman terinspirasi dari benda-benda di angkasa. Seperti band asal Manchester, Oasis (Champagne Supernova), dan dari Indonesia Slank (Bulan & Bintang). Hal ini juga menjadi inspirasi Dewi Lestari dalam novelnya yang berjudul Supernova (Ksatria, Putri dan Bintang Jatuh).

Novel Dewi Lestari (Dee) ini sudah sekian lama saya mencarinya, di gerai toko-toko buku ataupun dikelas emperan seperti di sekitar rel kereta api kampus UI Depok atau di Kwitang Pasar Senen sana. Lelah mencari, akhirnya novel itu kutemukan juga di Thamrin City. Konon, di lantai tiga tempat toko buku berjejer, itu adalah “imigran” penjual buku dari daerah Kwitang sana. Sempat terjadi tawar-menawar yang alot-khas mahasiswa-perihal novel itu, dan akhirnya ijab qabulpun terjadi dengan harga Rp. 35.000. Harga yang pantas untuk novel yang paling banyak dicari, namun berhenti proses produksinya akibat pihak penerbit tidak mencetaknya lagi.

Novel yang penuh dengan syarat makna sience, cinta, dan imaginasi Dee serta berbagai bibliografi dalam pembuatannya. Penjual novel berkata kepada saya, “kamu beruntung sekali bisa mendapatkan novel itu, banyak orang-orang yang mencarinya, tapi tak pernah ada, selamat membaca yah”, ketika saya bertanya perihal novel tersebut kepada penjualnya, penjual bilang tidak ada, tetapi setelah dicari sedetail mungkin diselah-selah buku menumpuk yang dijual, Eureka !!!. “Novelnya yang ini bukan” ujar si penjual. Saya cek, ternyata benar, tangan saya bersalaman dengannya sambil mengucapkan terima kasih.

Kugenggam bukunya agar tidak ada konsumen yang membelinya sambil melihat buku-buku lain, ternyata buku yang saya cari tidak ada. Saya langsung membayar novel tersebut dengan harga yang sudah saya tulis diatas dan melangkahkan kaki untuk pulang ke Ciputat. Tiba di Ciputat, saya langsung membukanya, bukan membaca isinya, tapi hanya melihat sepintas komentar-komentar yang ada di novel dan bibliografinya. Tak kusangka ketika melihat halaman terakhir, tertulis “milik perpustakaan RT..., RW..., Kelurahan..., Kecamatan..., Jakarta...”. Saya berpikir, mungkin novel ini hasil curian, atau ada warga dari Rt tersebut menjualnya untuk ongkos ronda semalam suntuk. Mungkin.

Yasudahlah, demikian curco saya. Saya ingin membaca novel itu dulu.

0 comments:

Post a Comment