Bermula pada sebuah tulisan ini. Semoga pikiran-pikiran saya yang terpendam bisa dituangkan dalam sebuah tulisan, entah hal itu berupa kejadian sehari-hari atau aplikasi teori dalam otak yang berupa imaginasi-imaginasi yang terlalu rendah kalau hanya didiamkan . “The imagination is very important than knowledge”, Einstein berujar.
Ketika tak banyak waktu, saya hampir saja frustasi, saya takut apa-apa yang ada di pikiran saya tidak bisa dituangkan dalam sebuah tulisan. Betapapun sibuknya, ingin sekali rasanya dalam waktu 24 jam sehari menyisihkan barang satu atau dua jam untuk menulis. Tapi terkadang itu terasa sulit.
Mungkin disaat-saat dalam kesendirian hal itu bisa terwujudkan, kesendirian membawaku banyak memikirkan sesuatu hal yang positif yaitu merenung. Merenung dalam arti fokus terhadap segala sesuatu, berfikir (thingking), bukan merenung melamun meratapi nasib.
Terkadang dalam kesendirianku ini sempat dalam benak berpikir, kok saya kayak begini? Ngapain duduk termenung? Rebahan di kamar mata melihat ke atas, apakah saya punya teman?
Sempat berpikir, mau jadi apakah saya? Saya ulangi mau jadi apakah saya ketika dalam kesendirian? Apa harus melamun begitu saja tanpa berbuat apa-apa? Apa harus mendekam di dalam kamar tanpa melihat cahaya luar?
Bagi saya ketika anda berada dalam posisi ini, lakukanlah hal-hal yang menurut anda baik, asyik atau sebagainya. Jangan buang waktumu dalam kesendirian dan berlarut tanpa henti. Rejoice (bersukacitalah) niscaya kesendirian itu ditemani rasa gembira dan boleh dikatakan anda tak sendiri lagi. Karena sudah ada yang menemani, ya gembira itu teman anda.
Akhir-akhir ini teman saya merasa sendiri dalam rumah. Kesendirian yang telah diatur oleh waktu. Dia bekerja sendiri menyapu lantai, mencuci, belajar hingga menyisir rambut dan bertata rias, tidak ada objek penilai seperti biasanya contoh: biasanya ketika ada objek penilai dia bertata rias, kemudian bertanya kepada objeknya, apakah saya cantik hari ini Ibu/Ayah? Atau ketika dia masih kecil rambutnya yang indah disisir rapih oleh kedua orangtuanya. Namun beberapa hari ini “objek” itu sementara tidak menemani sampai batas waktu yang tidak bisa diprediksi.
Saya mencoba untuk menghiburnya, menggodanya menyampaikan hal-hal yang lucu, agar dia ada yang menemani, entah cerita saya atau sebuah lelucon, minimal dia tertawa dan menikmati kesendiriannya. Untungnya dia seorang yang kuat tapi sebenarnya hati dia juga rapuh. Mungkin dalam hatinya dia berujar “apakah aku kuat?”.
Saya mencoba memotivasi, membujuknya agar tetap sabar, tanpa henti. Semoga dia tidak merasa risih tentang apa yang sedang saya lakukan. Semoga dia bisa mengatur waktu. Membagi waktu memang sulit, tapi cobalah, renungkanlah, atur sedemikian rupa dalam satu hari itu, niscaya kau tidak terlena dalam kesendirian.
Banyak cara dalam mengurangi kesendirian kawan. Buku yang berjejer di kamarmu itu, bacalah! Atau dalam rangka mempercepat waktumu, tontonlah film yang menarik, drama korea mungkin, atau penuhi saja diarymu dengan tangan manismu. Meskipun plester melekat di tanganmu.
Saranku untuk dia, jangan melamun! Bergembiralah tanpa itu kau akan selalu sendiri, lakukan hal-hal yang menurut kamu menarik. Atau carilah pacar agar bisa menjadi sandaran hatimu. Semoga kau bisa bercengkrama kembali dengan ayah dan ibumu, kesehatan menyertainya. Insya Allah dengan senyummu ke beliau kau bisa memprediksi waktu yang kau inginkan agar beliau pulang ke rumah dan kaupun tak sendiri lagi.
0 comments:
Post a Comment