Kadang sesuatu hal yang baru dan dianggap sebelumnya tidak ada adalah suatu fenomena (baru), yang jarang ditemukan oleh kebiasaan manusia. Baik dalam bentuk sifat ataupun fisik, misalkan fenomena alam, fenomena polisi berjoget india ketika sedang bertugas.
Namun menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, fenomena mempunyai banyak arti, ada 3 pemahaman yang secara singkat saya akan menjelaskannya. Pertama, hal-hal yang dapat disaksikan dengan panca indera, dan dapat diterangkan serta dinilai secara ilmiah, seperti gejala atau kejadian fenomena bencana alam. Kedua, orang atau benda yang menarik perhatian atau luar biasa sifatnya; sesuatu yang lain dari pada yang lain. Ketiga, fakta; kenyatan.
Nah, definisi diatas bisa ditarik kesimpulan bahwa, fenomena merupakan sesuatu hal yang ada atau baru yang bisa dilihat dengan panca indera baik benda ataupun yang lain yang berdasarkan fakta. Saya berikan contoh, fenomena polisi berjoget india, adakah sebelumnya polisi seperti itu, saya jawab; ada. Tapi apakah bisa disebut fenomena hal tersebut? Saya katakan bisa. Pertama, Polisi berjoget sebelumnya memang ada, tapi polisi yang berjoget india kemudian direkam dan disebarkan di dunia maya itu baru sekarang. Kedua, videonya diunduh oleh beberapa orang sampai lebih dari 1.000.000 itu baru sekarang, apalagi dengan subjeknya seorang polisi.
Fakta dalam fenomena harus ada, karena biasanya yang namanya fenomena itu harus tampak bentuk fisik atau hal kejadian dari gejala tersebut. Karena apa, kalau tidak seperti itu, itu bukan fenomena, tapi isu, gosip atau berita yang ngawur. Itu disebabkan karena fenomena pasti akan didengar, dilihat, dirasakan mungkin bisa juga dikaji menjadi sebuah proses penelitian, seperti para periset.
Agar lebih ilmiah, terkadang sebuah fenomena seringnya diuji, diteliti tentang kejadian yang sebenarnya. Benar atau tidaknya sebuah fenomena harus teruji agar tidak menjadi sebuah hal-hal yang berlarut-larut serta membingungkan semua pihak.
Terkadang sebuah fenomena terjadi dengan sendirinya, kadangpula “dirancang” sedimikian rupa agar menjadi sebuah tren, atau bisa juga sebuah fenomena yang biasa-biasa saja, tetapi ditambah dengan “bumbu-bumbu” penyedap sehingga bisa menjadi sebuah fenomena yang secara langsung timbul dan menjadi sebuah topik berita hangat di media yang pada ujungnya hanya untuk mengalihkan isu.
Bisa kita ambil contoh dari hal yang tadi di kehidupan kita, terkait masalah kasus century. Perihal masalah century saya lihat tak kunjung selesai sampai sekarang, dari mulai diperiksanya satu persatu pihak-pihak yang terlibat sampai dengan diauditnya Bank tersebut dengan proses audit investigatif sampai dengan audit forensik yang belum juga dimulai. Banyak fenomena yang membuat kasus tersebut tak kunjung usai, dengan pengalihan isu tentunya, coba kita flash back ke belakang fenomena yang mengiringi pengalihan isu tersebut. Ada fenomena masalah RUU Kesultanan Jogja, Gedung DPR, Malinda Dee, dan yang terbaru video polisi berjoget india.
Nah kalau kita telaah lebih jauh, fenomena-fenomena diatas sebenarnya penting tapi tidak kalah penting dengan kasus Century. Kasus Century seolah-olah hilang saja ditelinga kita seiring dengan timbulnya fenomena-fenomena baru, hal tersebut bisa juga terjadi dikarenakan peran pihak ketiga, yaitu media. Media pemburu berita, secara tampak itu penting karena kita juga bisa mendapatkan informasi terkait hal apa saja. Permasalahannya di sini, ketika media tersebut mempunyai sebuah berita yang menurut saya biasa saja baiknya jangan terlalu dibesar-besarkan (lebay) sehingga masyarakat terlupakan dengan suatu kasus yang menjadi objek masyarakat yang tak kunjung menemukan titik terang, seperti kasus di atas.
Baiknya media juga bisa menjadi “wakil” publik dalam hal kesediaan informasi dan secara tuntas menjadi “pengawas” sebuah kasus jika kasus tersebut terlunta-lunta tanpa ujung yang berarti.
0 comments:
Post a Comment