Thursday, October 13, 2011

Lelaki Pemuja Hati



Jeans hitam yang dibeli dari Pasar Tanah Abang sering ia pakai, untuk bermain, kerja ke pasar, bahkan untuk berkunjung ke rumah perempuan. Adalah mungkin bagi ia-Anton Septiana-masa muda merupakan usia yang belia, produktif untuk melakukan sesuatu yang berharga, hingga menjadikan kegiatannya dipandang sebagai pengalaman hidup yang berarti.

Bukan dari baca buku ia mendapatkan sesuatu, manusia muda seperti ia yang sekolah saja cuma sampai tingkat menengah atas-SMA-hanya bisa mendapatkan semuanya dari kisah teman sekitar dan pengalaman hidup dirinya sendiri. Ia sosok pria pintar berbicara, mengoceh tak letih ia lakukan, macam politikus Senayan saja yang banyak omong. Dari gayanya itulah ia sering menjadi tambatan curahan hati dan saran bagi teman-temannya, yang seumuran atau dibawah umurnya.

Masa muda ia habiskan bagai pohon berbuah manis. Perempuan banyak diraihnya, entah dalam hubungan pacaran serius, atau hanya tali kasih cinta sesaat yang barang beberapa bulan atau minggu langsung pisah hati. Adakalanya dalam bercinta, ia selalu merasa menang, aspek gaya bicara lihainya bisa mematahkan hati para wanita. Materi tak terlalu banyak ia miliki, satu-satunya harapan, ya pintar ngomong tadi.

Semenjak lulus SMA kehidupannya tak menentu, jobless, ketika mendapatkan pekerjaanpun toh hanya bertahan satu atau dua bulan. Saban hari kegiatan yang dilakoninya bersifat permanent dan temporary. Yang permanent adalah nongkrong, judi (berjenis Judi Dadu, Capca), sabung ayam tiap minggu sekali dan tiap sore menutup toko pamannya di pasar untuk menambah isi kantong bolongnya itu. sedangkan yang temporary atau sementara; kerja serabutan, sesekali menjajal menjadi broker jual-beli motor.

Di jembatan, sanggar tongkrongan ia dan teman-temannya mengobrol;

“Hasan, arena Dadu rame kaga?”, ucap Anton.

“Rame, gue kalah tuh, diborong semua duitnya ma Adit”. Adit yang duduk di sampingnya tersenyum kecut bak Monalisa.

“Yaelah San, baru aja menang sekali, seringnya kalah gue”. Adit yang berbicara sambil menggerutu, takut ketika tidak begitu ia akan menjadi tumbal teman-temannya untuk meminta jatah barang sebotol-dua botol anggur merah yang menjadi semacam “tradisi” seremonial ketika ada salah satu diantaranya menang perjudian melakukan pesta kecil untuk meluapkan kegembiraan dan bersenang-senang bersama kawan karibnya itu.

Anton yang mendengar ocehan Hasan hanya diam sejenak sambil menyalakan rokok kretek, dia bicara:

“Boleh tuh, Asobahnya. Buat nanti malam kita pesta, tidak minta banyak koq, yang penting bisa bikin pikiran kita jadi mengawang-awang”.

Adit mencoba menyimpan muka mesemnya, khawatir teman-temannya berpikir ia pelit. Ia mencoba untuk memberikan pesta kecil untuk kawan karibnya itu. Minimal 20% dari duit kemenangan judinya.

“Okelah, nanti malam kita ketemuan di tempat biasa”. Ucap Adit secara terpaksa.

“Hahahaha, gitu donk Dit, itu namanya tidak rakus, diambil sedikit buat kita-kita mah kaga bakal bikin kamu miskin”. Kata Anton kepada Adit yang disambut senyuman bahagia Hasan.

Serinya begitu mereka, tidak siang, sore atau malam, hampir sepanjang waktu rutinitas yang dilakukannya begitu-begitu saja. Tak berubah dalam waktu yang tidak ditentukan, mungkin ketika sudah berkeluarga kebiasaan mereka bertiga hilang, kalaupun tak hilang seminal mungkin berkurang.

Malam harinya mereka bertiga mabuk bareng dengan dua botol anggur merah dan bercecer kacang atom sebagai pengiring pesta mabuknya itu.

*

Anton yang cakap perangainya dan syahdu akan retorika dalam berbicara menjadikannya sebagai Sang Penakluk. Istilah itu muncul diperoleh dari teman-temannya karena sifat dan tingkah laku yang ia miliki bisa membuat hati perempuan luluh lantak oleh retorikanya, manis mulutnya dan tambahan mukanya seperti Jason Strathan (pemeran film The Bank Job), garang dan bertubuh atletis. Sangat banyak perempuan bertekuk lutut olehnya, dari perempuan yang cerewet, pendiam bahkan tante-tantepun pernah menjalin hubungan dengannya, meskipun hanya satu malam.

Dampak dari kehidupannya yang begitu glamor dalam arti terlalu wah, berlebihan. Baginya, glamor bukan dimonopoli pihak berada saja, orang yang hidup dalam ketidakberadaanpun boleh mengalami, kalaupun dikira hidup seperti itu membuatnya rugi seminal mungkin ia pernah melakukannya, intinya pernah mencicipi. Glamor berarti hidup berlebihan, gaya hidup menonjolkan kepunyaan yang dipakai, meski untuk makan saja seret. Bagi Anton hal semacam itu tak jadi soal, yang penting happy meniru Toni Q Rastafara dalam lagunya.

Kisah cinta dengan beberapa perempuan tak terhitung, dengan anak Lurah setempat pernah ia cicipi. Dengan tekhnik dan prosedur rayuan gombal yang ia miliki. Mula-mula sebagai bentuk Introduction, ia mendekati dulu pak lurah yang sekaligus orang tua si perempuan itu-sebut saja Manisa Hasmi biasa dipanggil Manis, tapi bagi Anton panggilan untuknya Sweety atau Sweet Heart. Di medan catur ia melakukan teknhnik lobi, sosialisasi, ataupun komunikasi efektif bertubi-tubi kepada orang tuanya.

“Pak sendirian aja nih, ayo kita main catur sambil menunggu bedug maghrib”, kata Anton sedikit merayu.

“Boleh tuh, nak Anton bisa juga main catur?”. Pak lurah menyetujui tawaran Anton.

“Bisa. Baik pak kita gelar”.

Sambil menemani pertarungan di medan catur, Anton mencoba untuk memulai pembicaraan, sesuatu yang menarik dan mencuri perhatian ayah Manis dengan berbagai cara. Adakalanya ia berbicara masalah warga sekitar kampungnya, maklum ayah Manis seorang lurah yang peduli akan warganya. Bermula dari situ obrolan semakin menarik, sampai suatu ketika pak lurah memanggil Manis agar dibuatkan teh panas untuknya dan Anton.

Berkelebat datanglah yang ditunggu, sang gadis kembang desa berjalan gemulai dengan wajah ayu manis yang cantik jelita mendatangi suara panggilan itu.

“Neng tolong buatkan teh manis hangat buat bapak satu”, belum selesai pak lurah berbicara ia langsung menoleh ke Anton hendak menawarkan sesuatu untuknya. “Nak Anton mau minum apa”.

Sedikit menjaga wibawa ia berucap, “waduh jadi ngrepotin nih, apa sajalah pak, samain dengan bapak juga boleh”. Sambil mencuri pandang ke wajah Manis yang dibalas senyuman olehnya hingga membuat hati Anton bertanya-tanya. “Adakah Manis punya perasaan yang sama terhadapku, dari tatapan matanya, senyum bibir merah merekah menandakan hal itu”, ucapnya dalam hati.

Beberapa saat setelah Pak Lurah mengalahkan di ronde catur pertama, jamuan yang diberikan untuk tamu dan pesanan dari ayahnya datang.

Sambil memutar posisi catur dan diserahkannya jamuan itu, serta perintah dari pak Lurah untuk meminumnya Anton berucap, “enak sekali buatan Manis jamuannya, makasih yah untuk minumannya”. Manis yang masih berdiri disitu tersipu malu akan pujiannya.

Memang benar lirikan mata Anton bak sihiran bagi perempuan. Tap ini bukan hipnotis, atau hal yang berbau klenik. Ini daya tarik, sebuah kharisma sendiri baginya. Ia beruntung, Tuhan menciptakan kelebihan baginya.

Kelebihan yang Anton punya ia gunakan untuk merayu, tak peduli apakah merugikan atau tidak baginya. Menggoda, merayu perempuan acapkali daya tarik yang ia miliki manjur, tapi terkadang tidak berdampak apa bagi perempuan. Bagi perempuan yang tahu seluk-beluk akan hal itu tak mudah baginya untuk dikelabui oleh daya tarik panca indera yang tidak selamanya benar.

**

Dalam perjumpaan di rumah pak lurah itu, kalis mata Anton bisa langsung mempengaruhi pandangan Manis, mulanya penaklukan kepada orang tuanya di medan catur berhadiah hubungan mesra yang baik antara dirinya dan orang tuanya, keluarganya dan tentu saja dengan si Manis.

Si manis terpengarah, tertarik kepadanya, namun isi hati tak ingin dia utarakan apalagi dimunculkan, “biarlah aku pasif saja”, gumamnya dalam hati. “Toh nanti juga dia pasti mengajak ngobrol, terlihat dari gerak-geriknya. Firasatnya benar. Anton menghampiri sebelum ia pamit pulang.

Lepas pertandingan catur, Anton pamit, sebelum pergi ia berbincang dengan Manis.

“Nis besok ada acara?” Anton mencoba merayu.

“Engga Ton, mang kenapa?” Manis mencoba berpura-pura tak mengerti.

“Kalau boleh, saya mau ngajak kamu nonton, ada film The Romantic a Love Story cakep tuh film”.

“Jakgung nih”

“Apaantuh Jakgung”

“Yang ngajak nanggung”

“Iyalah, apa sih yang engga buat kamu”

“Boleh, ntar jemput saya aja”

“Sip, saya pamit dulu yah, nanti kita kontak-kontakan saja Manis”

“Sip lah ton”

Kejadian selanjutnya, Manis pun bertekuk lutut oleh rayuan dan cinta Anton, meskipun pada pandangan pertama Anton melihatnya begitu pesimis, ia coba berusaha menghubungi dan tetap menjalin komunikasi dengannya, sedekat mungkin. Agar apa yang ia inginkan bisa tercapai, mula-mulanya pendekatan lewat orang tuanya, setelah meluluhkan hati orang tuanya, lantas berlanjut ke anaknya, sedari dulu cara-caranya begitu, sedikit pengembangan, tergantung tipe perempuan seperti apakah yang ia dekati. Dari pengalamannya merayu perempuan, bisa ditarik kesimpulan bahwa perempuan umumnya munafik atas kesukaan atau ketidaksukaannya pada lelaki. Ada yang merasa acuh, cuek terhadap si lelaki, tapi dalam hati berkata lain, sering ia jumpai hal seperti itu. Pengalamanlah yang berkata. Studi empiris metode yang ia gunakan, sampai sekarang pun ia masih tetap seperti itu, seperti dulu, lelaki pemuja hati.

0 comments:

Post a Comment