Akhir puasa ini membingungkan, bukan karena makan apa, tapi penentuan kapan lebaran. Sebagai orang awam yang tidak pintar Ilmu Falaq, kejadian ini membuat rancu, gaduh umat Islam. Sidang penetapan 1 Syawal 1432 H, hari ke-29 bulan puasa di kantor Kementrian Agama (KEMENAG) sungguh terlambat dan umat dibuat menunggu akan kelamaan penetapan ini.
Memang benar pemahaman akan islam-khususnya penentuan kalender-cukup banyak, ada aliran ini itu, kejawen, aliran jenggot warna merah, dst. Perbedaan adalah rahmat, satu sama lain saling menghormati, tak perlu adanya saling unggul, merendahkan satu sama lain. Namun, dalam penentuan 1 syawal ini akibat keterlambatan pengumuman dari otoritas pemerintah membuat yang berbeda itu menjadi ribut.
Sejauh yang saya ketahui, penentuan awal puasa, syawal, haji, dsb. Dilakukan dengan melihat hilal. Ketika hilal tampak pada akhir kalender bulan maka sudah berganti hari. Semua aliran keyakinan islam mematuhi hal itu. Yang jadi pembeda ialah, apakah ketika melihat hilal, tampak penuh atau tidak? Melebihi 2 derajat (yang disepakati empat negara Brunei, Malaysia, Singapura dan Indonesia) lebih atau tidak? Ketika hilal ada namum tak terlihat, tertutup kabut apakah bisa langsung ditentukan 1 syawal jatuh besok?
Pertanyaan-pertanyaan diatas harus benar-benar ditanggapi serius, agar ada keselarasan penentuan 1 syawal. Sehingga umat tidak dibuat bingung kapan hari lebaran tiba. Memang KEMENAG tidak sepihak menentukan hari lebaran, perwakilan Ormas Islam terlibat. Keputusan diambil dengan pemaparan ahli Itsbat dari KEMENAG tentang hilal, selanjutnya Ormas memberikan tanggapan dan dari situ diambil keputusan penetapan awal lebaran tiba. Tentunya dimusyawarahkan, ketika tumpul, voting diambil.
Lagi-lagi yang membuat bingung umat penetapan itu, KEMENAG terlambat memutuskan. Alih-alih memberi kabar, yang terlihat penundaan keputusan, seharusnya sebelum Isya, ternyata jam 8 malam diumumkan. Umat sekali lagi bingung. Ada yang bingung mengeluarkan zakat fitrah, ada yang bimbang melaksanakan tarawih. Kalau sidang Itsbat sebelum maghrib sudah ada hasil, umat tidak gamam untuk memilih zakat fitrah atau shalat tarawih terakhir. Perihal pilihan itu umat akan memutuskan apakah membayar zakat atau shalat tarawih terkahir, yang penting pangkal penetapan tidak terlambat.
Hasil keputusan KEMENAG selanjutnya dijadikan sebagai patokan pemerintah untuk melaksanakan 1 syawal nanti, dan didukung oleh sebagian warga negara untuk melaksanakan lebaran bersama. Perihal ada yang mendahului 1 syawal jatuh satu hari sebelum keputusan KEMENAG (Pemerintah) hal itu sah-sah saja, karena negara tidak punya kuasa untuk menekan keyakinan umat yang sewajarnya hanya memfasilitasi dan menajaga perbedaan dikalangan umat untuk menyelenggarakan ibadahnya sesuai keyakinan masing-masing.
Alangkah elok jikalau elemen ormas islam bersatu padu, berdiskusi menentukan hal semacam ini dan hasil keputusannya sama; semua umat islam berbarengan melaksanakan shalat ied, demi keselarasan dan darinya bisa tercermin persatuan umat islam meskipun berbeda pemahaman akan fiqih. Yang saya pahami ketika penentuan apapun antara ormas NU dan Muhammadiyah (sekedar menyebut dua Ormas) sering berbeda, ada yang mendahului dan didahului, perbedaannya tipis cuma satu hari. Diharapkan kedepan dari kedua ormas ini salah satunya mengalah-tak berarti takluk-dan berbarengan melaksanakan shalat Ied, sehingga nampak persatuan umat di Indonesia yang heterogen dan banyak madzhab. Karena, suatu hal sunnah bisa ditinggalkan demi persatuan umat.
Hal tersebut dilakukan untuk tidak membingungkan umat yang sudah dibingungkan oleh kesehariannya karena pemimpinnya bingung dalam setiap keputusan yang membingungkan.
0 comments:
Post a Comment