Olah Tubuh
Hari ini hanya beberapa
jam tidak hujan, selebihnya air turun dari langit, gerimis, mendung bahkan
hampir gelap. Panas datang sejenak hadir dan terangnya matahari sekelebat
muncul lalu mampir dan pergi, tidak begitu lama hilang dengan sendirinya. Ini
mekanisme alam, perputaran hukum yang terus berjalan di alam-ujar Newton. Kata
ahli Meteorologi dan Geofisika; musim hujan di Indonesia secara berurutan
datang di bulan yang berakhiran ber; September,
Oktober, dst. Tapi itu pendapat bukan kepastian, jika saja perkataan ahli itu
mutlak kita bisa membantahnya, toh di bulan selain akhiran ber hujan
tetap turun. Biarkan persoalan seperti ini kita serahkan saja pada ahlinya.
Dimulai dengan hujan
deras dan berakhir di jam 19.00 wib lebih, aku dan teman-teman melakukan
kegiatan seperti biasanya; latihan teater. Sebelum hujan berkesudahan, sekitar
pukul 17.00 wib kita mengadakan rapat terkait sosialisasi Binarasa (ritual
pembobokan tubuh dan imajinasi, rasa dan segala hal terkait teater).
Awalnya lari keliling
kampus, aku datang terlambat lantas tiba di kampus langsung beraksi seperti
biasanya; lari tanpa disuruh. Hendak berlari aku dipanggil oleh Julunk (Tutor
hari ini): “Bilang ke anak-anak keliling kampus lima kali jangan sekali”,
Julunk berkata demikian dan disampaikan kepada teman-teman olehku.
Ini yang kesekian
kalinya aku latihan, tapi ini pertama kalinya aku dilatih Julunk, dia spesialis
olah tubuh, katanya. Lima kali keliling kampus sangat lelah, satu kalipun
terasa dada ini berdesah tidak kuat mengatur nafas. Apalah daya suruhannya
kepada yang lain harus dijalankan, bagiku bukan paksaan, lebih kearah
kesadaran. Sadar diri bahwa kita harus konsekuen ketika ingin berteater, apa
yang diminta harus dijalankan dengan semaksimal mungkin, bahasa dia All Out.
All Out tidak hanya dalam olah tubuh, dalam prosesi latihan dengan berbagai
versinya kita melakukan dan harus menjalankan dengan tabah, sesekali menggerutu
dalam hati dibolehkan.
Banyak teman termasuk
aku sendiri, merasakan ketidakkuatan berlari lima kali itu. Sebentar lari
seketika jalan, berjalan lambat dan berlari kencang. Jalan sebentar untuk
mengatur nafas, melegakan tubuh yang energinya terkuras sebagian dan tentunya,
istirahat sejenak. Boleh dibilang mencuri kesempatan, memang lelah tapi
keliling lima kali itu harus dijalankan, jangan sampai tidak. Selesai lima kali
adalah tujuan, tapi berlari mengelilingi ialah proses.
Setelah itu, semuanya
digiring di tengah Parkiran SC tepat di depan UKM KOPMA dan Wall Arkadia
membentuk lingkaran sambil meregangkan tubuh dengan menggeleng-geleng kepala,
menggoyangkan kaki, tangan, perut, dada dan sekujur tubuh. Yang kita hadapi
selanjutnya proses pemanasan; bagian ubuh diolah tapi hanya meredakan otot agar
kendor, melepaskan ketegangan agar santai, sesekali diiringi gelak tawa. Untuk
kali ini Bangkit sebagai “guru senam”.
Hujan turun tidak
diundang datang menghampiri aku dan teman-teman yang ada dibawah; karena air
datang dari atas kepala kita; Top-down. Kita semua menghindar dan
berpindah tempat. Niatnya di belakang Aula SC, tapi gugur karena tempat tak
cukup, kebetulan hari ini yang berlatih cukup banyak, sekitar 19 orang anak
baru teater-cie anak baru. Tempat yang cocok lorong Fakultas Ushuludin,
kita berlatih disitu, sisi sebelah timur rintik hujan gemericik menimpa
teman-teman yang membelakangi arahnya hujan.
Melanjutkan pemanasan
setelahnya olah tubuh oleh Julunk. Pasang kuda-kuda, posisi kayang, sprint
dipelataran sekitar, setengah kayang, berguling seperti macan, setengah salto,
adalah sesi latihan waktu itu. Ada yang bisa, ada yang kuat, lemah, tidak bisa,
kadang ada yang menghindar; tidak kuat mungkin. Yang tidak kuat bagiku masih
wajar, memang keras olah tubuh itu. Tapi aku masih tidak sreg dengan
orang yang menghindar untuk tidak melakukan sesuatu apapun yang dianjurkan
Julunk. Alasan klasiknya; tidak bisa. Mending tidak bisa tapi dia tetap
berusaha, tetapi ini tidak, dia tidak bisa tetapi tidak melakukan dan
menghindar ketika Julunk mengurusi teman yang lain. Ketika ditanya “kamu sudah
melakukan belum?” dia menjawab “sudah”. Inikan berbohong dan putus asa namanya.
Tindakan menyerah yang tidak berusaha sedikitpun untuk membobok dan mengalahkan
tubuhnya yang lemah. Jika ingin bisa, ya harus dilakukan, perihal tidak kuat,
tidak bisa itu lain soal. Yang lebih ditunjukkan bukan hasil; “kalian bisa
melakukan gerakan itu”, bukan. Tetapi lebih kearah; “apa yang telah kalian
lakukan untuk menyelesaikan gerakan itu”. Yang pertama itu hasil dan kedua adalah
proses.
Saya lebih kagum dan
salut dengan saudari Amel, dia sedikitpun lemah dalam tubuhnya, bahkan untuk
menggelindingkan badannya pun tidak bisa. Kekaguman saya timbul karena ia tetap
melakukan proses gerakan olah tubuh maksimal dan sebisanya. Memang dia tidak
sempurna gerakannya tapi terlihat olehku semangat pantang menyerah dan mau
belajar mencapai hasil terbaik-meski tidak berhasil-dalam sebuh gerakan
kendatipun tidak sempurna. Saya melihat proses Amel untuk menjadi ‘bisa’
terlihat semangatnya dari pada seorang teman yang tidak melakukan sesuatu
gerakan sulit dan menyerah dalam proses. Bukan kali ini saja dia kalah oleh
dirinya sendiri, seringnya ia lakukan di setiap latihan dengan tensi yang
berbeda, kekalahan, atas dirinya itu.
Sesampainya hujan reda,
latihanpun turun tensi, gerakan olah tubuh selesai sudah. Lantas berikutnya
curhat atau evaluasi apa saja yang menjadi kendala pada latihan hari itu, kita
diskusi, saran, minum air putih, bertanya pada Julunk tentang pengarahan
darinya dan manfaat apa saja latihan yang diberikan olehnya tadi, kendatipun
Julunk, setengah bercanda, tidak tahu manfaat apa yang telah diberikannya
kepada teman-teman. Sampai waktu menunjukkan pukul 22.00 wib lebih, kita berdoa
sebelum menyelesaikan latihan.
Ada yang lelah, capek,
lemas, bahkan sedikit mengantuk sambil
menguap, teman-teman Teater Syahid berpamit pulang dan menjalankan aktifitasnya
masing-masing, entah langsung tidur, ngobrol di tengah malam atau menulis
tentang apa yang terjadi hari ini.
Senin
Ciputat, 9
Januari 2012
0 comments:
Post a Comment