Monday, August 15, 2011

PERUBAHAN NASIB


PERUBAHAN NASIB

Perangainya membuat tak menentu, kadang kelaki-lakian dan sedikit kemayu, 24 umurnya sekarang. Mukanya terlihat putih, bukan karena perawatan, ruangan yang ber-AC membuatnya seperti itu, tak tersentuh banyak debu, kurangnya matahari menyinari wajahnya.

Pencatat penjualan-kasir-salah satu mini market buatan Malaysia disitu dia bekerja, dahulu dia datang ke kota dengan tangan hampa, sekarang kehampaan itu sirna. Artinya, dia sudah berkepemilikan.

Awalnya kisah kehidupannya rumit, kendala ekonomi pemicunya. Dua saudara kandungnya di kampung, masih sekolah. Satu SD dan yang bontot masih menetek. Kehidupan keluarganya tidak berkecukupan, ayahnya bekerja serabutan, ibunya jobless dan hanya menunggu kedatangan suami selepas senja tiba. Masak ala kadarnya, kehidupan terhimpit miskin, terserempet utang banyak. Dalam bahasa Badan Pusat Statistik keluarga semacam itu dikategorikan menengah kebawah. Hidup mengambang tak menentu dan terdampar dalam lubang kemiskinan.

Suatu keadaan bisa berubah oleh adanya waktu atau sudah ditakdirkan perubahan itu. Adanya waktu; menandakan waktu perubahan itu terjadi dan takdir Tuhan sebagai pengubahnya. Dulu dia datang bersama teman yang sudah kuliah disini, dia diajak. Awalnya menjadi karyawan produk makanan Pop Corn di kampus, melayani mahasiswa yang membutuhkan jajanan. Tak seberapa uang yang didapat, cukup untuk membayar uang kos dan makan keseharian.

Kerasnya hidup baginya tak seberapa, kehilangan semangat hidup merupakan ketakutannya. Tak gentar dalam menghadapi hidup, menerjal kerikil tajam kehidupan, ia lakukan. Tanpa kenal lelah, apalagi pesimis. Sifat dalam dirinya seperti itu, sekarang, masih ada.

Menjadi karyawan di kampus, setiap hari berseliweran mahasiswa-mahasiswi, sedikit membuatnya jenuh, namun apa hendak dikata, melalui adalah jalan terbaik, bukan menghindar apa lagi menjauh dengan tidak menjadi karyawan lagi.

Satu-satunya yang membuat dia terhibur ialah kehidupan kampus, saat kejenuhan melanda, didapati mahasiswi cantik lalu lalang didepannya, terus dia pandangi, kadang memperhatikan lebih seksama. Mahasiswi molek menjadi sasaran matanya, melihat tanpa berkedip, itulah satu-satunya yang menghibur. Tiap hari, sampai suatu saat kejadian-kejadian itu tak terulang lagi, berganti tempat, berganti pekerjaan pasalnya.

Akumulasi kejenuhanpun muncul, keniatan berhentipun timbul, jenuh dalam bekerja, jemu dalam hidup. Disamping gajinya yang kecil, tidak mencukupi apalagi kelebihan uang, dia tak dapatkan. Beberapa hari menganggur, membaca koran kegiatan yang sering dilakukan, disamping agar tidak kehilangan berita, dia juga mencari informasi penting, perihal lowongan kerja.

Membaca koran menjadi rutinitas, lembar rubrik dalam koran tak pernah luput dibaca, sampai suatu saat dia menemukan dalam koran itu; “Dibutuhkan kasir untuk ditempatkan di daerah Bintaro...”. Berita lowongan pekerjaan salah satu mini market buatan Malaysia.

Kesempatan itu tidak dibuang percuma, dia menelusuri bersama teman, mengantarkannya ke tempat yang dituju, dengan menulis formulir pendaftaran dan adanya tes sebelum bekerja.

Tahapan-tahapan tes dia ikuti, ada lima tahap yang harus dilakukannya agar lolos. Setiap tes langsung diberikan pengumuman, apakah para pelamar kerja lolos atau tidak. Dia sendiri lolos sampai tahap ke empat. Tahapan kelima dia ikuti, bermunajat malamnya sebelum tes dilakukan. Alhamdulillah, dia dikatakan lolos.

Proses selanjutnya; karantina, diajarkan oleh bagian Human Resourch Development tentang prosedur perusahaan, dari mulai masalah pencatatan barang, penjualan, penghitungan transaksi, sampai pengajaran mesin kasir tidak luput dari proses karantina tersebut.

Dia yang tak tahu apa, menurut saja. Sebagai calon pekerja yang masih dikarantina dia menurut, tunduk pada atasannya. Membangkang adalah pantangan baginya.

Beberapa bulan setelah karantina, dia ditempatkan disalah satu outlet mini market, sesuai kebutuhan perusahaan ritel itu, di Bintaro. Bintaro tidak asing baginya, dulu dia pernah berkunjung saat masih menjadi karyawan jajanan kampus.

Semangatnya yang kuat, kini berbuah hasil, gajinya sebulan melebihi UMR (Upah Minimum Regional) yang diterima, belum bonus atas penjualan yang lebih, tambahan jika dia kerja lembur. Bosnya, tertarik akan dirinya, kagum akan profesionalitasnya, senang akan kejujuran dan kerja kerasnya. Kedekatannya membuat dia dianggap anaknya sendiri.

Gaji yang dia terima sekarang sudah cukup, bahkan lebih setelah dipotong biaya hidup dan indekos. Kelebihan uang dari gajinya, dia tabungkan, bahkan kadang uang lebihnya dikirim kepada keluarganya di kampung, menambal hidup keluarganya dan sedikit membantu keperluan adiknya, untuk sekolah SD dan membeli susu bervitamin buat adiknya yang bontot.

“Sungguh anak yang berbakti”. Ujar teman kerjanya.

0 comments:

Post a Comment