Hidup bukanlah sekedar cas-cis-sus dari sebuah telegram yang berasal dari pabrik, ada halnya dalam hidup perlu perjuangan akan perang kejumudan meskipun dengan perasaan dag-dig-dug dalam menghadapinya. Namun, untuk melangkah maju diperlukan kegigihan menghadapi teror mental dari segala bentuk yang menghalangi kita untuk maju, dalam hal apapun dan merdeka atas penjajahan di semua lini kehidupan kita.
Penggalan kata miring di atas bukan hanya pelengkap dari sebuah kalimat, namun selangkah lebih jauh ialah karya seorang penulis yang akan saya tulis dalam tulisan ini.
Pada mulanya berdecak kagum, pada sebuah karya seorang, dan hasil ciptanya membuat saya bersedia mengagumi akan sosok dan hal yang terkait dengannya, termasuk tulisannya.
Decak kagum saya gambarkan disini untuk seorang asal Bali. Lulusan Jurusan Hukum UGM Yogyakarta yang menaruh minat besar dalam hal sastra. Dari mulai cerpen, novel, monolog dan karya lainnya. Banyak pesan yang didapat, salah satunya pesan human. Pribadi yang teguh dan punya nilai budaya ini memiliki kecintaan pada kebudayaan yang memasuki kehidupannya, meskipun berbeda dengan almamater akademisnya.
Seorang yang sering memakai topi putih jenis pet yang jarang dilepas ini merupakan ciri khas tersendiri baginya, hal itu sebuah kekhasan agar mudah diingat dan ketika seseorang melihat topi itu di toko-toko pasti merujuk kepadanya.
Perkenalan pertamaku-meski tidak mengenal secara pribadi-dengan melihat obrolannya di salah satu stasiun televisi swasta, dibicarakan pengalaman hidupnya sampai ia berjumpa dengan dunia lain, dunia yang penuh dengan kemerdekaan akan imajinasi yang bukan berbentuk mutlak secara fisik-meskipun ada: teater-namun lewat dunia pena.
Dari karya tulisnya saya membaca-meskipun baru baca sedikit-buah karya yang diciptanya, mulanya sebuah cerpen yang dalam setiap isinya ada sebuah pesan damai, motivasi, makna etika, etiket, dan penyengat untuk kita sadari kesemuannya itu, menurut saya ide-idenya berasal dari pengalaman hidup dan apa yang dilihat panca indera atau dari imajinasi liarnya.
Bagi seseorang membaca karya sastra terkadang sulit untuk dipahami, serasa membaca Zarathustranya Nietzsche. Sastra mempunyai arti dari setiap kata dan mempunyai makna dari setiap arti. Penjelasan hasil karya sastra sedikit sulit dipahami makna yang dikandungnya, teka-teki dari setiap kata membuat kita berfikir. Memang tidak semua karya sastra tidak sulit untuk dipahami, namun demikian karya-karya seperti Anton Chekov, Pramoedya Ananta Toer, Sitor Situmorang, Goenawan Mohammad, Iwan Simatupang, Sartre, Albert Camus dan semacamnya agak sedikit susah untuk kita telaah. Bisa dimengerti tapi dengan proses sedikit lebih lama dibanding soft reading.
Nah, karya orang yang sedang kita bicarakan ini sedikit berbeda. Karyanya bisa diminati oleh siapa saja, anak-anak, remaja ataupun yang uzur. Ia tahu mana celah yang baik agar karyanya bisa dinikmati oleh siapa saja tanpa melihat batas umur seseorang.
Ketika saya menjadikan dirinya sebagai tanda Suka pada Facebook saya, saya melihat ada seseorang (saya katakan penggemar beratnya) menulis di wall Facebook penulis itu dengan girang. “Asik, ia datang di sekolah SMP ku di Medan”. Jelas sekali penggemarnya tidak serta merta kalangan di atas remaja, kalangan anak SMP juga banyak yang kagum. Apalagi kalau bicara cinta.
Ia seorang penulis yang produktif, sekedar menyebut lagi; cerpen, novel, monolog, dan naskah teater. Adalah mungkin mengatakan bahwa ia adalah penulis yang lihai dan punya nilai ciri khas sendiri dari produksinya.
Banyak tulisannya dimuat di surat kabar atau majalah ibu kota. Kalau dimajalah, tulisannya sering mampir di rubik bahasa, sedang pada surat kabar rubrik cerpen dimuatnya. Lelaki paruh baya ini kalau kita cermati tak kenal lelah, usianya memang sudah tua, namun semangat dalam hidup tidak luntur akan keumurannya. Ketika ia berbicara, muatan semangatnya masih muncul, paras yang bergelora dan tak kenal lelah, kita bisa lihat.
Bukan hanya dari segi tulisannya ia berjaya, dalam hal teater pun ia punya. Pendiri Teater Mandiri ini sering menjadi pemain, penulis naskah, dan pernah menjadi sutradara film yang artisnya ialah bintang kawakan meskipun ia baru pertama kali menyutradarai. Sekarang ia membintangi salah satu film anak-anak Serdadu Kembang.
Karyanya sering mendapat penghargaan, telegram, stasiun, pabrik, cas-cis-cus, teror mental adalah sebagian karyanya. Saya ingin mencari hasil ciptanya, bukunya terdapat di banyak penerbit, baik diterbitkan di tahun lama atau yang paling baru, meskipun untuk mengoleksinya agak sedikit sulit, proses pencarian masih berlangsung sampai saat ini.
Rumahnya di sekitar Cirendeu, Tangerang Selatan. Kata sebagian orang tempat tinggalnya luas dan banyak orang yang berdatangan, sekedar silaturahmi atau bermain teater. Memang dekat dengan indekos saya di Ciputat, tapi saya belum pernah menginjakkan kaki di rumahnya. Di lain waktu saya akan mampir, dan mengobrol, melihat kepribadiannya yang selama ini hanya lewat tulisan dan televisi.
Putu Wijaya, Sang Teroris Mental, setitik informasi tentangnya dalam tulisan saya ini.