Di luar panasnya siang sangat terasa, hal ini membuat keengganan bagi saya untuk keluar dari Asrama Keluarga Mahasiswa Sunan Gunung Djati (KMSGD). Sebagai hiburan pengganti, saya mencoba keluar dari kamar dan melihat pertandingan tenis meja antara Zaki dan Bang Edo. Keliatannya menarik pertandingan itu, tampak berpikir panjang saya mengajukan diri untuk menghitung skor pertandingannya agar saya bisa bermain setelah pertandingannya. Meskipun pertandingan sudah berlangsung satu set lebih.
Sambil menghitung skor dan Zaki bermain, saya berbicara ke Zaki. “After This, Dare me”, pernyataan itu untuknya, dia menyahut menyetujui usulan saya. Pertandingan dia dengan Bang Edo selesai, Bang Edo kalah, dan yang menang bertanding dengan saya. Sedikit pemanasan melemaskan otot-otot yang kaku dan mencoba mengembalikkan kembali bakat saya dalam hal tenis meja (pingpong). Pertandingan pun dimulai.
Set pertama, spin dan forehen saya masih bagus, bola yang dipantulkan Zaki dapat diterima dengan baik, didukung dengan posisi saya yang membelakangi cahaya teras kaca Asrama KMSGD sehingga pandangan ke bola tenis tak terhambat. Pukulan keras saya tak terbendung begitupun juga dia yang mencoba mengimbangi permainan saya, nampaknya dia kurang begitu fokus entah karena terhalangi cahaya atau gugup bertanding dengan saya, hehehe. Pertandingan begitu ketat, tapi saya melakukan serangan-serangan sehingga dia tak bisa terus menerus bertahan. Dikarenakan hal itu, banyak kesalahan-kesalahan darinya yang membuat skor saya bertambah, 21-15 untuk kemenangan saya. Set pertama berakhir.
Set kedua, perpindahan posisi permainan, sekarang posisi dia yang membelakangi cahaya, sedangkan saya sedikit terhalangi cahaya itu karena pantulannya mengganggu mata saya. Posisi disini kurang menguntungkan. Set kedua dimulai, pada awal-awal saya kurang begitu bisa mengimbanginya, alasannya tentu saja cahaya itu, saya minta kepada dia agar menutup tirai (hordeng) yang menempel di kaca agar ketika bola pimpong itu dilemparnya mata saya masih dengan jelas melihatnya. Serangan olehnya terus menerus dilakukan, pikirnya dia harus memenangkan set kedua ini agar bisa melakukan set yang ketiga (final set)-babak penentuan. Saya mencoba bertahan ketika dia melakukan smash, tapi bukan hanya bertahan penuh melainkan melakukan penyerangan juga, kalau dalam filosofi sepak bola saya melakukan strategi Total Football yang berarti pertahan yang terbaik adalah menyerang. Penyerangan pun tetap dilakukan oleh saya agar kemenangan dapat direnggut kembali. Saking ketatnya pertandingan, skor 20-20 sehingga dilakukan jus-babak perpanjangan yang memperebutkan keunggulan dua poin- untuk memenangkan set ini.
Ternyata saya menang, meskipun dengan susah payah dan adanya hambatan cahaya tadi meskipun telah di tutup oleh tirai tapi tetap saja sedikit menghalangi pandangan ke bola pimpong itu. Pikir saya, ternyata bakat saya belum hilang, meskipun beberapa bulan tidak pernah bertanding, jangankan bertanding, untuk memegang pukulan pun-raket pada permainan tenis meja- saya tidak pernah. Tenis meja ini mengingatkan saya ketika duduk di sekolah dasar (SD), dimana pada waktu kelas lima, saya dikirim oleh SD saya sebagai perwakilan Kecamatan Karangampel untuk bertanding melawan SD dari Kecamatan-kecamatan diseluruh Kabupaten Indramayu, gelar tidak didapat, hanya masuk perempat final, tapi setidaknya saya “pernah” mengalami pertandingan skala Kabupaten yang tidak bisa dirasakan oleh teman seangkatan yang hanya bertanding dalam level pertandingan untuk mengisi waktu luangnya saja. Akhir cerita setelah saya mengalahkan Zaki, saya berucap “kalau untuk menang melawan saya, anda sebaiknya masih harus terus belajar”. Sekian.